Jumat, 24 November 2017

Butuh Waktu yang Tidak Sebentar.

Assalamualaikum ya akhi, ya ukhti..

Yang akan aku sampaikan ini, menyangkut nasib masa depan Bangsa Indonesia. Sebentar, serius banget, berat. Hehe. Oke.

Butuh waktu yang tidak sebentar untuk berdamai dengan keadaan.

Banyak yang belum tahu, kalau sekarang gue bekerja di salah satu mini market di Jalan Siliwangi dekat sekolah menengah pertama gue dulu. Semuanya berawal karena tidak lolos seleksi SBMPTN. Salah satu teman arisan Si Bunda, sekaligus ibu dari teman gue, menawari pekerjaan. Waktu itu, gue punya pemikiran yang sama, ekonomi keluarga sedang berada di waktu yang sulit, gue harus membantu orang tua.

Seperti kalimat yang tadi gue tulis, pada awalnya gue sulit untuk berdamai dengan keadaan. Jujur, gue punya ego dan gengsi yang tinggi. Gue sekolah di sekolah menengah pertama yang punya banyak peminat. Dulu, ada istilah RSBI. Dengan keadaan ekonomi yang kurang mampu, gue bisa bersekolah di sana. Pergaulan gue sama anak-anak yang punya. Tapi, gue ini bukan anak yang mudah terbawa arus, penampilan gue tetap sederhana dan membuat prihatin. Hahaha, punchline yang aneh.

Lulus dari sekolah itu, gue melanjutkan ke sekolah menengah atas yang punya banyak peminatnya juga, dan lagi-lagi tanpa dipungut iuran. Gue masuk jurusan IPA, karena sayang dari hasil tes IQ, katanya gue mampu. Dan sebenarnya gue mampu, tapi waktu itu gue tidak punya rencana jangka panjang, dan hanya ingin bersenang-senang menikmati masa muda.

Bego, emang.

Enggak juga sih, gue masuk organisasi sekolah, karena gue pikir waktu itu, kalau enggak bisa memberi sumbangan materi, setidaknya gue memberikan dedikasi. Gue terpengaruh dengan sebuah kalimat, ‘Jangan tanyakan apa yang sekolah berikan padamu, tapi tanyakan kepada dirimu sendiri, apa yang bisa kamu berikan kepada sekolah.’ Jadi, ya gitu.

Gue mungkin pernah mengeluh, tapi tidak pernah menyesal dengan semua yang telah terjadi. Semua punya jalan masing-masing. Pikiran gue sederhana sekali ya.. Oke, cukup bahas masa lalu.

Singkat cerita, gue mulai bekerja.

Awalnya, gue kira tugas utama gue hanya satu. Gue masuk untuk menggantikan kasir yang memutuskan untuk berhenti karena mau menikah dan ikut suaminya pindah kota. Gue jadi kasir. Ternyata, harus ikut angkut-angkut barang, membereskan tata letak barang, dan sebagainya-dan sebagainya. Ternyata gue harus bisa banyak hal.

Oiya, ada mitos, katanya kalau jadi kasir, cepat nikah. Itu kata senior gue, semoga aja. Teteh yang gue ganti pun, katanya menikah pada umur yang masih muda. Ya, sekitar 23 atau 25 kayaknya. Itu yang membuat gue semangat, tapi gue pikir, bekerja di sini tidak untuk waktu yang lama.

Gue jelaskan dahulu. Ketika masuk toko, kalau kalian belok kanan, di sana adalah daerah makanan. Kalau lurus, di sana adalah daerah minuman. Kalau belok kiri, di sana daerah sabun, kosmetik, dan alat kontra-sepsi. Gue semangat sekali membahas ini. Karena sudah punya KTP. Hahah.

Sewaktu awal masuk, gue mendapat tugas memegang daerah makanan. Di daerah makanan ini barangnya banyak, tapi kecil-kecil dan tidak terlalu berat. Gue masih menjadi kasir 2, belum bisa bertugas di kasir utama. Lawan shift gue juga menjadi kasir 2, tapi dia bisa bertugas di kasir utama kalau kasir utama sedang libur.

Sewaktu awal bekerja, gue lebih sering pulang malam karena melancarkan keahlian gue menjadi seorang kasir. Pulang malam dengan keringat yang mengkilap ketika terkena cahaya lampu jalanan. Gue belum bisa motor waktu itu, pulang jalan kaki. Menurut gue sih, tidak jauh karena gue juga sering berjalan kaki ke sekolah. Jaraknya rasanya sama. Entah lebih jauh atau dekat. Yang pasti gue lebih sering berjalan malam-malam di Jalan Siliwangi.

Karena tidak punya hape sendiri, yang gue lakukan ketika bosan, gue bernyanyi. Teriak-teriak di pinggir jalan pukul sembilan lewat, mengusir rasa bosan. Ketika ada orang yang sedang nongkrong di pinggir jalan, gue mengecilkan suara, gue khawatir mereka menganggap gue gila. Hari yang melelahkan waktu itu. Dan selalu dia, yang mulai gue rindukan ketika jalanan mulai lengang.

Gue mulai pesimis waktu itu. Banyak perdebatan dengan diri sendiri. Gue malu ketika ditanya orang, lanjut di mana? Dan sebagainya, dan sebagainya. Mereka tidak tahu cerita hidup yang gue lalui seperti apa. Mungkin, dalam benak mereka, lulusan sekolah yang banyak peminat, tapi tidak melanjutkan! Gue sempat punya pemikiran seperti itu, membayangkan orang-orang memandang gue seperti apa.

Ah, tulisan melibatkan perasaan. Lanjut cerita saja. Oke?

Ya, karena gue dan senior yang menjadi lawan shift punya kemampuan yang sama, yaitu menjadi kasir, hal itu membuat daerah kami sering berantakan karena gue yang masih belum mengerti tentang bekerja. Senior gue lebih sering di kasir, gue sendirian membereskan dan angkut-angkut barang. Menyadari hal itu, gue dipindahkan ke daerah minuman. Barangnya sedikit, tapi berat-berat. Galon, misalnya.

Dengan badan gue yang kecil dan kurang tinggi ini, sulit rasanya mengangkat galon-galon besar itu. Di rumah, gue tidak menggunakan dispenser, hanya pompa mekanik. Jadi jarang angkat-angkat galon, paling digelindingkan. Tapi, seiring waktu berlalu, gue jadi bisa. Dan banyak trik yang gue pelajari. Gue bisa pasang galon, tanpa membuat airnya berceceran. Katanya, itu menjadi salah satu kriteria menantu idaman mertua zaman sekarang. Ya, itu salah satu hikmahnya. Mungkin gue enggak bisa masuk universitas tahun ini, tapi gue belajar jadi menantu idaman. Yang sudah masuk universitas belum tentu bisa.

Hehe.

Oiya, gue belum cerita pengalaman jadi kasir. Banyak kejadian lucu, kesal dan, menggemaskan. Kadang, ada pelanggan yang sering menerobos antrian, tapi kasir yang disalahkan oleh pelanggan yang seharusnya dilayani duluan.

Dulu, sewaktu bertugas di kasir 2 yang tempatnya dekat dengan etalase atau daerah sabun, kosmetik dan alat kontrasepsi, gue sering mendapat pelanggan pria dewasa yang masih sembunyi-sembunyi membeli alat kontrasepsi. Menurut tweet psikologi yang gue baca, salah satu tanda kedewasaan seorang pria adalah, seorang pria tidak akan malu ketika membeli alat kontrasepsi. Jadi, kedewasaan mereka harus dipertanyakan. Kalau gue sih, masih belum dewasa, jadi masih belum ada niat beli yang begituan, dan belum nikah juga. Ehehe.

Sewaktu kasir kosong, gue pergi ke daerah gue sendiri untuk merapikan barang yang tidak pada tempatnya. Sesekali, ada pelanggan yang bertanya letak barang yang mereka cari ke gue yang sedang berlalu-lalang.

Pernah waktu itu, ada seorang perempuan, sepertinya keturunan tiong-hoa karena punya mata yang minimalis, bertanya ke gue katanya mencari tempat sprite, gue bimbing dia, hanya beberapa langkah dari tempatnya berdia, dia bilang, ‘Oh iya, enggak kelihatan, makasih ya a..’

Ingin rasanya gue bilang, ‘Coba matanya dibuka sedikit..’ tapi takut menyinggung SARA.

Dua kali gue mengalami hal itu, yang kedua oleh orang yang lebih tua, teteh-teteh gitu. tapi gue lupa dia mencari apa. Ehehe.

Pernah juga, bapak-bapak, yang mencari cokelat blok, atau ibu-ibu yang mencari sun-light, banyak deh. Rasanya gue pengin bilang, ‘Cari pakai mata!’ Apalagi ke ibu-ibu, hahaha. Seperti Ibu kandung gue, ketika gue mencari sesuatu.

Waktu berlalu, gue sudah mulai boleh bertugas di kasir utama dengan syarat gue juga harus mengenal nama-nama rokok. Masalahnya, gue bukan perokok. Sebentar, aneh ya, bukan perkok menajdi persoalan. Huft. Oke, kenapa gue tidak merokok?

Pertama, jelas, membuang uang. Rokok mahal men. Apalagi rokok sejuta umat yaitu, Sampoerna Mild. Harganya 20.000an kalau di alfamart atau indomaret. Di toko, sampai sekarang gue menulis ini, harganya masih 19.600 per bungkus. Lumayan tuh, bisa beli nasi lengko atau mie ayam dua porsi di kota gue.

Kedua, membuat kita sakit dan sengsara. Bayangkan, 20.000 per hari hanya untuk merokok dan kenikmatan dari merokok. Katanya, seorang ayah perokok lebih pelit kepada uang jajan buat anaknya. Menurut tweet yang gue baca. Banyak seorang ayah, lebih mementingkan membeli rokok daripada sembako. Gue kadang kasihan, kepada senior-senior gue yang perokok. Jujur ya, maaf nih, mau bahas gaji. Tidak terlalu besar dari gue. Merokok sudah menjadi kecanduan. Lalu, biaya hidupnya bagaimana? Ya, bukan hanya senior gue aja sih, ya semua orang perokok yang punya penghasilan tidak terlalu banyak, deh.

Dan yang terakhir, gue pernah baca artikel gitu. Menurut penelitian, satu batang rokok, mengurangi kemungkinan hidup seseorang selama sebelas menit. Bayangkan, misalnya gue, yang bukan perokok, merokok satu batang. Kemudian, ketika mendekati waktunya untuk pergi jauh dan tidak kembali ke dunia, ya misalkan gue ditakdirkan meninggal pada pukul 19:11, nah karena pernah merokok satu batang, gue malah meninggal pukul 19:00.

Ya, itu sih, katanya. Menurut penelitian. Search aja.

Kan sayang waktu sebelas menit itu, bisa kita gunakan untuk hal lain. Sebenarnya, alasan ke tiga yang sangat gue pegang teguh. Gue pernah membuat kalimat, “Kau tahu kenapa aku tidak merokok? Karena aku ingin hidup denganmu lebih lama. Aku tahu itu tidak menambah umurku, tapi setidaknya aku tidak menguranginya.”

Gitu. Oke, kembali lagi ke cerita.

Sewaktu jadi kasir, gue juga belajar bagaimana carnaya berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal, orang yang lebih tua, orang yang sering bercanda, orang yang serius, orang yang lebih muda, orang yang ktia tunggu balasan chat kita sejak beberapa detik setelah terkirim, banyak deh. Eh, yang terakhir enggak deng, hehehe.

Banyak hal yang gue pelajari. Tentang hidup, hubungan antara manusia dan manusia. Cara berkomunikasi yang baik. Kuncinya satu, percaya diri dan menjadi pendengar yang baik. Eh, dua deng, berarti.

Gue pernah baca, “Kesalahan terbesar dalam berkomunikasi adalah, seseorang mendengar hanya untuk menjawab, bukan untuk memahami.”

Jadi, jika kita belum bisa mnejadi pembicara yang baik, maka belajarlah untuk menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu. Cobalah untuk memahami apa yang orang lain katakan, ajukan pertanyaan jika ada sesuatu yang tidak kamu mengerti. Dari situ, percakapan akan berlanjut. Dan membangun percakapan sama-sama. Dan ketahuilah, gue bukan pembangun percakapan yang baik kalau sendirian.

Apa kalian juga sama? Kalau sama, mari sama-sama, belajar menjadi pendengar yang mencoba memahami.

Gue menulis apa, sih? Hahaha.

Oke, mungkin ini bagian terakhir yang akan menutup semua cerita yang telah gue tulis. Gue tidak menyesal, bekerja sebagai pegawai toko. Ini akan menjadi salah satu pelajaran dan kenangan yang akan gue ingat. Mungkin gue tidak bisa membantu banyak kepada orang tua, setidaknya gue berusaha. Dan uang yang gue kumpulkan bisa untuk biaya ikut tes nanti ke depannya. Gue tidak mau membebani orang tua, karena mereka sudah memberikan pelajaran dan hikmah yang tidak orang tua lain berikan. Untuk bersyukur, tidak banyak mengeluh, melakukan semuanya sedikit-sedikit tapi konsisten, ramah, sopan, percaya diri, banyak deh.
Tapi gue masih menunggu kalimat ini, ehehe.
Rasanya senang, gue bisa, memberikan kejutan untuk seseorang dengan hasil keringat gue sendiri. Ya meskipun entah dia terkejut atau tidak. Apakah dia mengerti hal yang gue lakukan atau tidak.

Oiya, gue belum cerita, ini pengalaman paling berani, yang pernah gue lakukan setelah lulus SMA. Saat itu, gue hanya ingin menyambutnya untuk kembali ke kota ini dengan membelikan sesuatu untuk menemani istirahatnya setelah berusaha sekuat tenaga. Gue hanya bertemu orang tuanya, tidak menemuinya malam itu. Mungkin bodoh, tapi gue punya alasan: tidak ingin mengganggu istirahatnya.

Entah, apa yang gue rasakan sekarang?

Rasanya, gue tidak mampu meraih dia. Entah saat ini atau nanti. Gue merasa tidak pantas, akhirnya selalu muncul keraguan-keraguan, pertanyaan-pertanyaan sederhana yang tidak bisa gue jawab, dan berakhir selalu ingin merelakan. Padahal belum sempat memiliki.

Pernah, sekali waktu gue datang ke sekolah, tiba-tiba terpikir sebuah kalimat, tempat ini adalah yang dulu sering kita datangi, namun kita belum pernah berbicara banyak. Gue jadi ingat lagi tentang dia. Di toko, ada pelanggan yang sekilas mirip dengan dia. Jantung gue yang kadang punya degup menderu, namun menenangkan. Membuat gue ingat lagi tentang dia.

Selain berdamai dengan keadaan, merelakan tidak pernah mudah bagi mereka yang memendam perasaannya diam-diam. Tapi gue percaya satu hal, dia untuk gue, sebagai apapun itu. Karena, hidup punya banyak kemungkinan. Kemungkinan baik adalah yang kita harapkan. Tapi belum tentu baik untuk kita. Karena Allah punya cara tersendiri untuk mempertemukan dua hati dengan degup yang sama, yang sama-sama mencintai-Nya.

Sekarang..., apa ya, sekarang?

Entah, gue mau menulis apa lagi. Oiya, sebentar lagi gue keluar dari pekerjaan. Sekitar bulan Januari. Gue mau mulai belajar semuanya lagi, seperti dulu sewaktu sekolah. Gue mulai gatal, melihat adik kelas gue yang sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari untuk SBMPTN. Kayak dari arah Cirebon mau ke Kuningan. Karena lapar, pengin mampir ke Pringsewu. Baru ada rambu [2 km lagi], sein kiri langsung nyala.

Masih jauh, wey! Hahaha.

Oke, karena malam sudah larut dan besok harus kerja pagi, aku pamit diri ya, sekian. Assalamualaikum. Hehe.


2 komentar:

  1. Ali jangan patah semangat, belum tentu yang sudah mahasiswa juga sudah betul jalan hidupnya barangkali saja yang bukan mahasiswa malah lebih dekat dengan kesuksesannya, kayak dekat dengan calon mertua yang katanya kalo bisa masang galon dengan benar adalah menantu idaman, menantu idaman bagi para tukang galon. Hehehehe.

    Belajar, woy! Kalo dari arah Cirebon mau ke Kuningan udah banyak plang-nya banyak banget tuh, Pringsewu, memang restoran dengan advertising terheboh sepanjang masa milenial. Bukan cuma di sana, Li, tapi ternyata saya melakukan perjalanan darat Yogya-Kuningan juga sama Pringsewu papan iklannya banyak, Eh, kenapa ngomongin Pringsewu, ya?

    Dan satu hal yang bikin gua kagum, Ali di Smanda berorganisasi giat banget dan bikin saya iri, dulu gak sempat berorganisasi di SMANDA malah asyik berwarnet ria download film bajakan. Hehehehe. Intinya, Ali, harus tetap semangatlah, kalau merasa gagal dan sendirian ingat bahwa nothing last forever, kadang gagal kadang berhasil, karena saya juga selalu gagal dalam menarik hati wanita, tapi harus tetap berusaha karena harus meneruskan sistem reproduksi bangsa, iya nggak? Kalau bukan saya siapa lagi, kan? Sama-sama masih belajar, saya juga di sini malahan masih luntang-lantung juga kayak Ali tentang tujuan hidup... persiapkan aja, mumpung belum menginjak bangku kuliah, pas kuliah mau ngapain, ikut organisasi apa, tujuan diri sendiri dan hidup mau apa, karena saya masih kupu-kupu saya berani bilang begitu karena pas awal-awal pondasinya tidak kuat. Hehehe. Biar belajar bukan dari yang sukses doang, tapi juga yang gagal. Mengingatkan saya akan tahun kemarin saya juga hampir ngelamar jadi kasir, eh, rejekinya ada di kamu. Hehehe. Ali keren!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kang, setiap orang punya jalannya masing-masing. Ada yang terjal, ada yang terjal banget. Ya, intinya sama-sama terjal.

      Siap! Bicara soal Pringsewu.. ya, siapa tahu dapat makan gratis di sana. Hehe

      Bukan untuk meneruskan sistem reproduksi bangsa, tapi untuk menyempurnakan agama. MasyaAllah, berfaedah sekali tulisan saya..

      Hapus