Assalamualaikum ya akhi, ya ukhti..
Yang akan aku sampaikan ini, menyangkut nasib masa
depan Bangsa Indonesia. Sebentar, serius banget, berat. Hehe. Oke.
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk berdamai dengan
keadaan.
Banyak yang belum tahu, kalau sekarang gue bekerja di
salah satu mini market di Jalan Siliwangi dekat sekolah menengah pertama gue
dulu. Semuanya berawal karena tidak lolos seleksi SBMPTN. Salah satu teman
arisan Si Bunda, sekaligus ibu dari teman gue, menawari pekerjaan. Waktu itu, gue punya
pemikiran yang sama, ekonomi keluarga sedang berada di waktu yang sulit, gue
harus membantu orang tua.
Seperti kalimat yang tadi gue tulis, pada awalnya gue
sulit untuk berdamai dengan keadaan. Jujur, gue punya ego dan gengsi yang
tinggi. Gue sekolah di sekolah menengah pertama yang punya banyak peminat. Dulu,
ada istilah RSBI. Dengan keadaan ekonomi yang kurang mampu, gue bisa bersekolah
di sana. Pergaulan gue sama anak-anak yang punya. Tapi, gue ini bukan anak
yang mudah terbawa arus, penampilan gue tetap sederhana dan membuat
prihatin. Hahaha, punchline yang aneh.
Lulus dari sekolah itu, gue melanjutkan ke sekolah menengah
atas yang punya banyak peminatnya juga, dan lagi-lagi tanpa dipungut iuran. Gue
masuk jurusan IPA, karena sayang dari hasil tes IQ, katanya gue mampu. Dan
sebenarnya gue mampu, tapi waktu itu gue tidak punya rencana jangka panjang,
dan hanya ingin bersenang-senang menikmati masa muda.
Bego, emang.
Enggak juga sih, gue masuk organisasi sekolah, karena
gue pikir waktu itu, kalau enggak bisa memberi sumbangan materi, setidaknya gue
memberikan dedikasi. Gue terpengaruh dengan sebuah kalimat, ‘Jangan tanyakan apa yang sekolah berikan
padamu, tapi tanyakan kepada dirimu sendiri, apa yang bisa kamu berikan kepada
sekolah.’ Jadi, ya gitu.
Gue mungkin pernah mengeluh, tapi tidak pernah menyesal
dengan semua yang telah terjadi. Semua punya jalan masing-masing. Pikiran gue
sederhana sekali ya.. Oke, cukup bahas masa lalu.
Singkat cerita, gue mulai bekerja.
Awalnya, gue kira tugas utama gue hanya satu. Gue masuk
untuk menggantikan kasir yang memutuskan untuk berhenti karena mau menikah dan
ikut suaminya pindah kota. Gue jadi kasir. Ternyata, harus ikut angkut-angkut
barang, membereskan tata letak barang, dan sebagainya-dan sebagainya. Ternyata
gue harus bisa banyak hal.
Oiya, ada mitos, katanya kalau jadi kasir, cepat nikah.
Itu kata senior gue, semoga aja. Teteh yang gue ganti pun, katanya menikah pada
umur yang masih muda. Ya, sekitar 23 atau 25 kayaknya. Itu yang membuat gue
semangat, tapi gue pikir, bekerja di sini tidak untuk waktu yang lama.
Gue jelaskan dahulu. Ketika masuk toko, kalau kalian
belok kanan, di sana adalah daerah makanan. Kalau lurus, di sana adalah daerah
minuman. Kalau belok kiri, di sana daerah sabun, kosmetik, dan alat kontra-sepsi.
Gue semangat sekali membahas ini. Karena sudah punya KTP. Hahah.
Sewaktu awal masuk, gue mendapat tugas memegang daerah
makanan. Di daerah makanan ini barangnya banyak, tapi kecil-kecil dan tidak
terlalu berat. Gue masih menjadi kasir 2, belum bisa bertugas di kasir utama. Lawan
shift gue juga menjadi kasir 2, tapi dia bisa bertugas di kasir utama kalau
kasir utama sedang libur.
Sewaktu awal bekerja, gue lebih sering pulang malam
karena melancarkan keahlian gue menjadi seorang kasir. Pulang malam dengan
keringat yang mengkilap ketika terkena cahaya lampu jalanan. Gue belum bisa
motor waktu itu, pulang jalan kaki. Menurut gue sih, tidak jauh karena gue juga
sering berjalan kaki ke sekolah. Jaraknya rasanya sama. Entah lebih jauh atau
dekat. Yang pasti gue lebih sering berjalan malam-malam di Jalan Siliwangi.
Karena tidak punya hape sendiri, yang gue lakukan
ketika bosan, gue bernyanyi. Teriak-teriak di pinggir jalan pukul sembilan
lewat, mengusir rasa bosan. Ketika ada orang yang sedang nongkrong di pinggir
jalan, gue mengecilkan suara, gue khawatir mereka menganggap gue gila. Hari
yang melelahkan waktu itu. Dan selalu dia, yang mulai gue rindukan ketika
jalanan mulai lengang.
Gue mulai pesimis waktu itu. Banyak perdebatan dengan
diri sendiri. Gue malu ketika ditanya orang, lanjut di mana? Dan sebagainya, dan sebagainya. Mereka tidak tahu
cerita hidup yang gue lalui seperti apa. Mungkin, dalam benak mereka, lulusan sekolah yang banyak peminat, tapi
tidak melanjutkan! Gue sempat punya pemikiran seperti itu, membayangkan
orang-orang memandang gue seperti apa.
Ah, tulisan melibatkan perasaan. Lanjut cerita saja.
Oke?
Ya, karena gue dan senior yang menjadi lawan shift
punya kemampuan yang sama, yaitu menjadi kasir, hal itu membuat daerah kami
sering berantakan karena gue yang masih belum mengerti tentang bekerja. Senior
gue lebih sering di kasir, gue sendirian membereskan dan angkut-angkut barang.
Menyadari hal itu, gue dipindahkan ke daerah minuman. Barangnya sedikit, tapi
berat-berat. Galon, misalnya.
Dengan badan gue yang kecil dan kurang tinggi ini,
sulit rasanya mengangkat galon-galon besar itu. Di rumah, gue tidak menggunakan
dispenser, hanya pompa mekanik. Jadi jarang angkat-angkat galon, paling
digelindingkan. Tapi, seiring waktu berlalu, gue jadi bisa. Dan banyak trik yang
gue pelajari. Gue bisa pasang galon, tanpa membuat airnya berceceran. Katanya,
itu menjadi salah satu kriteria menantu idaman mertua zaman sekarang. Ya, itu
salah satu hikmahnya. Mungkin gue enggak bisa masuk universitas tahun ini, tapi
gue belajar jadi menantu idaman. Yang sudah masuk universitas belum tentu bisa.
Hehe.
Oiya, gue belum cerita pengalaman jadi kasir. Banyak
kejadian lucu, kesal dan, menggemaskan. Kadang, ada pelanggan yang sering
menerobos antrian, tapi kasir yang disalahkan oleh pelanggan yang seharusnya
dilayani duluan.
Dulu, sewaktu bertugas di kasir 2 yang tempatnya dekat
dengan etalase atau daerah sabun, kosmetik dan alat kontrasepsi, gue sering
mendapat pelanggan pria dewasa yang masih sembunyi-sembunyi membeli alat
kontrasepsi. Menurut tweet psikologi yang gue baca, salah satu tanda kedewasaan
seorang pria adalah, seorang pria tidak akan malu ketika membeli alat
kontrasepsi. Jadi, kedewasaan mereka harus dipertanyakan. Kalau gue sih, masih
belum dewasa, jadi masih belum ada niat beli yang begituan, dan belum nikah
juga. Ehehe.
Sewaktu kasir kosong, gue pergi ke daerah gue sendiri
untuk merapikan barang yang tidak pada tempatnya. Sesekali, ada pelanggan yang
bertanya letak barang yang mereka cari ke gue yang sedang berlalu-lalang.
Pernah waktu itu, ada seorang perempuan, sepertinya
keturunan tiong-hoa karena punya mata yang minimalis, bertanya ke gue katanya
mencari tempat sprite, gue bimbing dia, hanya beberapa langkah dari tempatnya
berdia, dia bilang, ‘Oh iya, enggak kelihatan, makasih ya a..’
Ingin rasanya gue bilang, ‘Coba matanya dibuka sedikit..’ tapi takut menyinggung SARA.
Dua kali gue mengalami hal itu, yang kedua oleh orang
yang lebih tua, teteh-teteh gitu. tapi gue lupa dia mencari apa. Ehehe.
Pernah juga, bapak-bapak, yang mencari cokelat blok,
atau ibu-ibu yang mencari sun-light, banyak deh. Rasanya gue pengin bilang, ‘Cari pakai mata!’ Apalagi ke ibu-ibu,
hahaha. Seperti Ibu kandung gue, ketika gue mencari sesuatu.
Waktu berlalu, gue sudah mulai boleh bertugas di kasir
utama dengan syarat gue juga harus mengenal nama-nama rokok. Masalahnya, gue
bukan perokok. Sebentar, aneh ya, bukan perkok menajdi persoalan. Huft. Oke,
kenapa gue tidak merokok?
Pertama, jelas, membuang uang. Rokok mahal men. Apalagi
rokok sejuta umat yaitu, Sampoerna Mild. Harganya 20.000an kalau di alfamart
atau indomaret. Di toko, sampai sekarang gue menulis ini, harganya masih 19.600
per bungkus. Lumayan tuh, bisa beli nasi lengko atau mie ayam dua porsi di kota
gue.
Kedua, membuat kita sakit dan sengsara. Bayangkan, 20.000
per hari hanya untuk merokok dan kenikmatan dari merokok. Katanya, seorang ayah
perokok lebih pelit kepada uang jajan buat anaknya. Menurut tweet yang gue
baca. Banyak seorang ayah, lebih mementingkan membeli rokok daripada sembako.
Gue kadang kasihan, kepada senior-senior gue yang perokok. Jujur ya, maaf nih, mau
bahas gaji. Tidak terlalu besar dari gue. Merokok sudah menjadi kecanduan.
Lalu, biaya hidupnya bagaimana? Ya,
bukan hanya senior gue aja sih, ya semua orang perokok yang punya penghasilan
tidak terlalu banyak, deh.
Dan yang terakhir, gue pernah baca artikel gitu. Menurut
penelitian, satu batang rokok, mengurangi kemungkinan hidup seseorang selama
sebelas menit. Bayangkan, misalnya gue, yang bukan perokok, merokok satu
batang. Kemudian, ketika mendekati waktunya untuk pergi jauh dan tidak kembali
ke dunia, ya misalkan gue ditakdirkan meninggal pada pukul 19:11, nah karena
pernah merokok satu batang, gue malah meninggal pukul 19:00.
Ya, itu sih, katanya. Menurut penelitian. Search aja.
Kan sayang waktu sebelas menit itu, bisa kita gunakan
untuk hal lain. Sebenarnya, alasan ke tiga yang sangat gue pegang teguh. Gue pernah
membuat kalimat, “Kau tahu kenapa aku tidak merokok? Karena aku ingin hidup
denganmu lebih lama. Aku tahu itu tidak menambah umurku, tapi setidaknya aku
tidak menguranginya.”
Gitu. Oke, kembali lagi ke cerita.
Sewaktu jadi kasir, gue juga belajar bagaimana carnaya
berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal, orang yang lebih tua, orang
yang sering bercanda, orang yang serius, orang yang lebih muda, orang yang ktia
tunggu balasan chat kita sejak beberapa detik setelah terkirim, banyak deh. Eh,
yang terakhir enggak deng, hehehe.
Banyak hal yang gue pelajari. Tentang hidup, hubungan
antara manusia dan manusia. Cara berkomunikasi yang baik. Kuncinya satu,
percaya diri dan menjadi pendengar yang baik. Eh, dua deng, berarti.
Gue pernah baca, “Kesalahan terbesar dalam
berkomunikasi adalah, seseorang mendengar hanya untuk menjawab, bukan untuk
memahami.”
Jadi, jika kita belum bisa mnejadi pembicara yang baik,
maka belajarlah untuk menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu. Cobalah untuk
memahami apa yang orang lain katakan, ajukan pertanyaan jika ada sesuatu yang
tidak kamu mengerti. Dari situ, percakapan akan berlanjut. Dan membangun
percakapan sama-sama. Dan ketahuilah, gue bukan pembangun percakapan yang baik
kalau sendirian.
Apa kalian juga sama? Kalau sama, mari sama-sama, belajar
menjadi pendengar yang mencoba memahami.
Gue menulis apa, sih? Hahaha.
Oke, mungkin ini bagian terakhir yang akan menutup
semua cerita yang telah gue tulis. Gue tidak menyesal, bekerja sebagai pegawai
toko. Ini akan menjadi salah satu pelajaran dan kenangan yang akan gue ingat. Mungkin
gue tidak bisa membantu banyak kepada orang tua, setidaknya gue berusaha. Dan
uang yang gue kumpulkan bisa untuk biaya ikut tes nanti ke depannya. Gue tidak
mau membebani orang tua, karena mereka sudah memberikan pelajaran dan hikmah
yang tidak orang tua lain berikan. Untuk bersyukur, tidak banyak mengeluh,
melakukan semuanya sedikit-sedikit tapi konsisten, ramah, sopan, percaya diri,
banyak deh.
Tapi gue masih menunggu kalimat ini, ehehe. |
Rasanya senang, gue bisa, memberikan kejutan untuk seseorang
dengan hasil keringat gue sendiri. Ya meskipun entah dia terkejut atau tidak.
Apakah dia mengerti hal yang gue lakukan atau tidak.
Oiya, gue belum cerita, ini pengalaman paling berani,
yang pernah gue lakukan setelah lulus SMA. Saat itu, gue hanya ingin
menyambutnya untuk kembali ke kota ini dengan membelikan sesuatu untuk menemani
istirahatnya setelah berusaha sekuat tenaga. Gue hanya bertemu orang tuanya,
tidak menemuinya malam itu. Mungkin bodoh, tapi gue punya alasan: tidak ingin
mengganggu istirahatnya.
Entah, apa yang gue rasakan sekarang?
Rasanya, gue tidak mampu meraih dia. Entah saat ini
atau nanti. Gue merasa tidak pantas, akhirnya selalu muncul keraguan-keraguan,
pertanyaan-pertanyaan sederhana yang tidak bisa gue jawab, dan berakhir selalu
ingin merelakan. Padahal belum sempat memiliki.
Pernah, sekali waktu gue datang ke sekolah, tiba-tiba terpikir sebuah kalimat, tempat ini adalah yang dulu sering kita datangi,
namun kita belum pernah berbicara banyak. Gue jadi ingat lagi tentang dia. Di
toko, ada pelanggan yang sekilas mirip dengan dia. Jantung gue yang kadang punya degup menderu, namun menenangkan. Membuat gue ingat lagi tentang dia.
Selain berdamai dengan keadaan, merelakan tidak pernah
mudah bagi mereka yang memendam perasaannya diam-diam. Tapi gue percaya satu
hal, dia untuk gue, sebagai apapun itu. Karena, hidup punya banyak kemungkinan.
Kemungkinan baik adalah yang kita harapkan. Tapi belum tentu baik untuk kita.
Karena Allah punya cara tersendiri untuk mempertemukan dua hati dengan degup yang
sama, yang sama-sama mencintai-Nya.
Sekarang..., apa ya, sekarang?
Entah, gue mau menulis apa lagi. Oiya, sebentar lagi
gue keluar dari pekerjaan. Sekitar bulan Januari. Gue mau mulai belajar
semuanya lagi, seperti dulu sewaktu sekolah. Gue mulai gatal, melihat adik kelas
gue yang sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari untuk SBMPTN. Kayak dari arah
Cirebon mau ke Kuningan. Karena lapar, pengin mampir ke Pringsewu. Baru ada
rambu [2 km lagi], sein kiri langsung nyala.
Masih jauh, wey! Hahaha.
Oke, karena malam sudah larut dan besok harus kerja
pagi, aku pamit diri ya, sekian. Assalamualaikum. Hehe.
Ali jangan patah semangat, belum tentu yang sudah mahasiswa juga sudah betul jalan hidupnya barangkali saja yang bukan mahasiswa malah lebih dekat dengan kesuksesannya, kayak dekat dengan calon mertua yang katanya kalo bisa masang galon dengan benar adalah menantu idaman, menantu idaman bagi para tukang galon. Hehehehe.
BalasHapusBelajar, woy! Kalo dari arah Cirebon mau ke Kuningan udah banyak plang-nya banyak banget tuh, Pringsewu, memang restoran dengan advertising terheboh sepanjang masa milenial. Bukan cuma di sana, Li, tapi ternyata saya melakukan perjalanan darat Yogya-Kuningan juga sama Pringsewu papan iklannya banyak, Eh, kenapa ngomongin Pringsewu, ya?
Dan satu hal yang bikin gua kagum, Ali di Smanda berorganisasi giat banget dan bikin saya iri, dulu gak sempat berorganisasi di SMANDA malah asyik berwarnet ria download film bajakan. Hehehehe. Intinya, Ali, harus tetap semangatlah, kalau merasa gagal dan sendirian ingat bahwa nothing last forever, kadang gagal kadang berhasil, karena saya juga selalu gagal dalam menarik hati wanita, tapi harus tetap berusaha karena harus meneruskan sistem reproduksi bangsa, iya nggak? Kalau bukan saya siapa lagi, kan? Sama-sama masih belajar, saya juga di sini malahan masih luntang-lantung juga kayak Ali tentang tujuan hidup... persiapkan aja, mumpung belum menginjak bangku kuliah, pas kuliah mau ngapain, ikut organisasi apa, tujuan diri sendiri dan hidup mau apa, karena saya masih kupu-kupu saya berani bilang begitu karena pas awal-awal pondasinya tidak kuat. Hehehe. Biar belajar bukan dari yang sukses doang, tapi juga yang gagal. Mengingatkan saya akan tahun kemarin saya juga hampir ngelamar jadi kasir, eh, rejekinya ada di kamu. Hehehe. Ali keren!
Iya kang, setiap orang punya jalannya masing-masing. Ada yang terjal, ada yang terjal banget. Ya, intinya sama-sama terjal.
HapusSiap! Bicara soal Pringsewu.. ya, siapa tahu dapat makan gratis di sana. Hehe
Bukan untuk meneruskan sistem reproduksi bangsa, tapi untuk menyempurnakan agama. MasyaAllah, berfaedah sekali tulisan saya..