Selasa, 13 Januari 2015

16.



Enggak terasa sekarang usia gue sudah menginjak enam belas tahun. Banyak hari-hari yang sudah terlewatkan untuk sampai di usia ini. Banyak pelajaran-pelajaran hidup yang gue ambil dari setiap kegagalan dan patah hati yang gue rasakan.

Dan banyak juga makanan yang gue ambil di hajatan orang. Ah, itu cuma salah satu kenangan saat perjalanan menuju enam belas ini.

Banyak siluet kenangan-kenangan semasa kecil yang melintas dalam pikiran gue sekarang. Misalnya waktu dulu, ketika gue menginap di rumah nenek saat musim hujan. Gue inget, gue akan meminta paman bikin perahu kertas berbentuk speed-boat.

Setelah perahu itu jadi, gue membuka jendela dan melemparkan perahu kertas speed-boat itu ditengah hujan yang deras. “Eh, jangan dilempar dulu!” saran paman, “Nanti perahunya cepet rusak.”

Selang beberapa menit kemudian, perahu itu rusak. Kayak eeq yang mengambang di kali, kemudian ikan-ikan menyerbu eeq itu, buyar. Perahu kertas speed-boat itu pun rusak ditengah hujan. Untungnya, paman gue baik. Dia bersedia membuat satu perahu kertas berbentuk speed-boat lagi.

“Nih, tapi nanti kalau hujan enggak deras.” Sambil memberikan gue perahu kertas berbentuk speed-boat, dan gue hanya mengangguk, tanda mengerti.

Tapi gue merasakan ada suatu dorongan dalam diri gue untuk melempar perahu kertas speed-boat ini dan melihatnya mengambang di genangan air. Gue mencoba menahan dorongan dalam diri gue, dengan menutup jendela. Tapi kampretnya keinginan anak-anak (gue pada waktu itu), membuat gue membuka jendela, dan melemparkannya keluar.

Sejak saat itu, paman enggak mau bikin perahu kertas berbentuk speed-boat buat gue... dan menggantinya dengan bungkus rokok jaman dulu yang terbuat dari plastik supaya bertahan ditengah hujan.

***

Dalam perjalanan sampai enam belas ini pasti gue menemukan yang namanya cinta pertama, dan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Entah mulai kapan gue suka sama cewek. Dulu pas gue masih TK gue sudah diam-diam memperhatikan seorang cewek.

Gue inget, saat gue belajar masih nulis, gue diam-diam mendekat ke loker-nya yang ada dibawah gue, gue eja satu-satu hurufnya. Gue tulis nama dia ditangan, saat hampir selesai, datang seorang anak cewek yang datang mendekat dan bertanya, “Ali, lagi ngapain, kamu?” gue langsung menjauh dari loker. Anak ini mengganggu, kampret!

Pas SD kelas tiga, jantung gue pernah deg-degan karena tangan gue dipegang sama dia, sambil matanya menatap kearah gue. Saat itu, gue tau dia menatap gue, tapi gue enggak mampu menatap matanya. Yang gue rasakan hanya kehangatan dari tangannya.

Mungkin aja, saat itu gue jatuh cinta.

Banyak hari yang tercipta bersama dia saat itu. Banyak senyum yang tercipta tiba-tiba saat melihat dia tertawa. Kebingungan mencari saat hampir jam tujuh, dia belum datang ke kelas. Kalau bisa dibilang, gue yang paling deket sama dia.

Pokoknya, banyak hari yang indah berlalu bersama dia.

Tapi ternyata, banyak juga temen seangkatan, bahkan kakak kelas yang suka sama dia. Nyali gue menciut, gue bisa apa? Uang jajan aja masih dapet seribu lima ratus ketika uang jajan temen-temen gue sudah tiga ribu. Gue hanya bisa memendam perasaan.

Singkat cerita, cewek itu jadian sama kakak kelas.

Mungkin untuk pertama kalinya gue patah hati. Ketika gue harus perlahan menjauh, ketika gue sadar harus menjaga jarak karena dia sudah milik orang lain, ketika gue harus merelakannya, ketika gue harus menghilangkan kebiasaan-kebiasaan lama bersama dia, dan ketika gue harus belajar menerima kekalahan.

Tapi ketika kelas lima, akhirnya gue punya pacar. Dan ketika selang beberapa bulan gue pacaran, gue baru tau kalau cinta kelas tiga gue, punya perasaan yang sama, pas kelas tiga. Tapi saat itu, perasaan gue sudah benar-benar hilang. Gue enggak mengharapkan dia lagi, karena ada seseorang yang berarti disamping gue (saat itu).

Tapi akhirnya gue dan seseorang yang baru itu berakhir ketika kelas enam. Karena... gue lupa karena apa. hehe. Setelah kepergian dia.. iya, gue galau. Karena itu adalah hal pasti. Ketika berpisah, pasti butuh peratapan.

Tapi setelah itu, gue bangkit. Karena ada hal yang lebih berharga dari pada harus terus terpuruk.

***

Mungkin gue sama seperti perahu kertas berbentuk speed-boat itu. Awalnya ketika kita enggak tau yang namanya cinta, kita berani mengarungi hujan yang deras itu, dan akhirnya buyar kayak eeq yang diserbu ikan-ikan sungai.

Kita tau, cinta enggak selamanya manis, cinta itu bisa bikin kita sakit. Tapi terkadang, kita berani lagi untuk jatuh cinta. Gue berani melemparkan perahu kertas berbentuk speed-boat keluar jendela lagi. Dan hasilnya sama, buyar kayak eeq yang diserbu ikan-ikan sungai.

Tapi pengalaman-pengalaman patah hati itu membuat kita semakin kuat, semakin dewasa. Kita semakin bisa menerima, kita semakin bisa merelakan, dan kita semakin bisa untuk belajar bersabar. Terkadang, kita perlu dijatuhkan dalam keterpurukan, mencari jalan keluar, untuk belajar bangkit dan bertambah dewasa.

Dalam hidup, keterpurukan adalah guru yang kampret!

Gue enggak mau terpuruk lagi!

Gue pantas untuk bahagia!

***

Ini akhir dari postingan ini.

Semuanya enggak terasa, gue tumbuh semakin besar, udah enam belas tahun aja. Tapi disisi lain berarti orang tua gue juga bertambah tua. Gue harus bisa membahagiakan mereka, gue harus sukses dalam usia muda, sebelum mereka atau gue duluan yang tiada.

Semoga gue bisa membahagiakan mereka. Aamiin.




Oh iya, kabar baiknya di umur enam belas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar