Hari jum’at gue pergi ke sekolah.
Seperti hari kemarin, gue berangkat dari rumah nenek. Pas sampe di sekolah,
ternyata hanya beberapa panitia yang baru datang. Seperti biasa, gue dan
beberapa panitia datang ke pagian, yang lain ngaret. Kampret!
Gue dan panitia yang ada, di suruh sama
guru olahraga sekaligus guru ekskul kesenian namanya Pak Budi. Bantu-bantu
nurunin alat musik dari aula atas ke aula bawah, yang nantinya di bawa ke GOR
Ewangga. Oiya, GOR Ewangga adalah tempat yang biasa di pake buat acara-acara
perpisahan, kesenian, atau olahraga. Sudah menjadi tradisi, kalau SMP gue menyelenggarakan
perpisahan di GOR Ewangga.
Kita nurunin barang-barang, di bantu
dengan beberapa adek kelas cowok yang jadi pengisi acara. Kasian mereka, udah
ngisi acara, harus ngangkatin barang-barang juga. Setelah mobil pengangkut
barang datang, alat-alat musik itu di naikan ke bak mobil.
Barang-barang yang telah di persiapkan, di
bawalah barang-barang itu ke GOR Ewangga, dan di tata rapi sedemikian rupa.
Sore sampe malam, para pengisi acara
melakukan gladi bersih. Semacam simulasi terakhir sebelum acara di mulai besok.
Dan panitia sibuk-sibuknya men-dekorasi GOR Ewangga. Bikin semacam
pohon-pohonan, menata kursi, pasang spanduk, ya pokoknya gitu-gitu deh.
Ketika yang lain lagi pada sibuk, band gue
Last Night Memory, latihan band di Bintang studio. Gue sama anak-anak, latihan
sampe sekita jam setengah sembilan. Kampretnya, latihan itu bikin tenggorokan
gue seret, dan enggak ada air biasa. Mau enggak mau gue harus minum air
dingin. Bisa sakit nih! Gumam hati gue. Tapi gue hiraukan,
dari pada gue dehidrasi. Dan kampretnya lagi, waktu itu gue pake celana pendek
selutut, pas naik motor malem-malem. ANJRITT!! DINGIN NAUDZUBILLAH!!
Setelah latihan, gue balik lagi ke GOR.
Masih ada banyak panitia yang masih nge-dekor, tapi anak-anak yang lagi
gladi bersih udah pulang. Gue bantu sedikit-sedikit, karena gue udah capek
latihan band, gue bener-bener bantuin sedikit, pake banget.
Malam itu, ada adik kelas yang pernah
mengisi hati dan hari-hari gue pas kelas delapan. Bukan! Bukan mantan pacar
gue, tapi mantan gebetan gue. Ceritanya panjang. Hmm.. namanya, Astuti (nama di
samarkan). Oiya, di depan beberapa kursi juga ada guru, namanya Pak Andri.
Gue mendekati dia, dengan maksud buat
becanda, dan mengingat masa lalu bersama. Gue bilang ke dia, “Boleh duduk di
sini?” sambil nunjuk kursi yang ada helm di atasnya, gue enggak bermaksud duduk
di atas helm-_-
“Boleh..” kata dia, gue pindahin helm itu
ke bangku depan, Pak Andri ngegoda-goda gitu, sambil nyanyi-nyanyi lagu zaman
dulu yang enggak gue tau judulnya apaan,
“Mmm.. kamu tau enggak, ini tanggal
berapa?” tanya gue, membuka obrolan. Dia nge-check iPhone-nya,
“Tanggal enam..” jelas dia,
“Inget enggak, tanggal enam tahun lalu?”
tanya gue
“Ohh, iya! Inget! Inget!” dia tersenyum,
ketawa semangat banget, gue juga tersenyum dengan sendirinya, “Ehh.. bukannya
Juli ya?” tanya dia,
“Hah? Bukannya Juni?” tanya gue,
“Ihh, gatau tah..” jelas dia, Out of
topic.. gue alihkan perhatian ke helm, gue ambil helm sambil memeluknya,
“ini helm kamu?” tanya gue,
“Bukann..” jelas dia, ada kakaknya yang
pernah gue anggep kakak juga, padahal seumuran sama gue, lewat.. “Itu helm
bokap..”
“Ohh..” dehem gue pelan,
Tadinya gue mau ngegombal kayak gini:
“Ini helm kamu ya?” tanya gue,
“Iya..” kata dia,
“Ini meluk helm kamu aja anget.. apalagi
orangnya?” gombal gue,
Tapi rencana itu gagal, karena ini bukan
helm dia. Berarti kalau gue lanjut gombalan itu, gue meluk bokapnya. Huft..
Malam itu panitia mendekor, gue banyak
bercanda sama Astuti dan kakaknya. Kadang Pak Andri juga ikut bercanda. Gue di
minta sama kakaknya Astuti, buat nunjukin senam keceriaan ke Astuti. Kenapa
di sebut senam keceriaan? Karena gerakan itu bisa membuat orang yang
ngeliat tertawa.
Gerakan senam keceriaan itu perlu
kelenturan bagian pundak, dan lari-lari kecil kayak banci. Jadi, kelenturan pundak
itu yang bikin tangan kita klepek-klepek, kayak anak 4L4y yang lagi sedih dan
galau. Lo pernah liat kalau Olga main di OVJ dulu? "Abang
jahat.." sambil lari-lari gitu? nah, hampir mirip kayak gitu.
Gue menolak permintaan itu, gue bilang ke
kakaknya; “ENGGAK! NANTI HARGA DIRI AKU BISA TURUN GOCHENG!!” suara gue sedikit
cempreng, mendengar kalimat itu, Astuti ketawa.. gue seneng bisa liat dia
ketawa kayak gitu, meskipun disisi lain dia bukan milik gue.
Jadi gini, dulu.. gue tuh suka sama
Astuti, tapi Astuti suka ke orang lain. Ya.. pilihan gue, Gue enggak bisa
maksain kalau Astuti bisa jadi sama gue, jadi gue cuma ungkapin perasaan gue ke
dia. Dan dia bilang, “Aku hargain kakak suka sama aku..” dan sampe sekarang,
kita temenan. Ya, kurang lebih kayak gitu. Makanya gue masih bisa bercanda sama
dia, sampe saat ini. Kita masih bisa berkomunikasi.
Dan gue harap, pas perpisahan besok.. gue
bisa ungkapin perasaan gue sama orang yang dari dulu gue suka. Dan tentang
tanggal enam, ternyata bener yang di bilang Astuti. Ternyat bulan Juli, gue
jadi malu sendiri, padahal enggak ada dia. Hmm.. tanggal enam waktu itu adalah
hari di mana gue gagal buat ngungkapin perasaan gue. Dan dia (Astuti) tau.
***
Hari jum’at berganti jadi hari sabtu.
Perpisahan itu pun datang, gue harus bisa ungkapin hari ini. Pagi-pagi gue udah
siap dengan kemeja merah jambu, ber jas hitam dan berdasi hitam. Sepatu gue
udah di semir. Gue udah pake parfum, enggak seperti biasanya ke sekolah. Gue
enggak suka pake parfum. Semoga dia suka wanginya.. semoga. Gue juga bawa
parfum itu ke sana.
Gue nyampe di sana dengan tampang yang di
keren-kerenin, sebenernya enggak. Banyak yang belum datang, padahal udah hampir
jam delapan. Cuma ada dua orang anak kelas sembilan waktu gue datang, Bayu sama
Kholid. Mereka datang lebih pagi dari pada gue. Karena mereka punya tugas, Bayu
jadi pelepasan atribut, Kholid jadi pengantin gitu. Padahal masih SMP, udah mau
nikah aja. Oiya, gue lupa.. itu cuma tugas.
Sebelum acara di mulai, ada temen gue
namanya Upam bawa bunga mawar. Hmm.. gue kepikiran buat ngasih itu juga, sambil
ungkapin perasaan gue. Tapi, waktu tinggal sebentar lagi. Temen gue juga,
namanya Vega, niat ngasih bunga ke mantan pacarnya yang sekarang jadi
adek-adekannya. Vega berinisiatif buat minta tolong anak OSIS buat beli bunga
mawar merah kayak gitu juga. Padahal itu di luar tugas OSIS. Tapi, gue juga
ikut nitip. Ya.. mumpung ada yang bisa di titipin.
Beberapa puluh menit kemudian, saat acara
akan di mulai, anak OSIS itu pun datang. Membawa dua pucuk bunga mawar merah
yang udah mulai enggak wangi. Gue berinisiatif buat pake parfum gue yang gue
bawa. Ehh, Vega malah ikut-ikutan.
Satu per satu anak-anak datang, GOR
Ewangga udah penuh, acara di mulai. Di mulai dari penyambutan kelas sembilan,
dengan beberapa musik dan tarian. Di salah satu tarian, dia datang.. dan hampir
kepeleset. “Aaaaa!!” teriak dia, gue menatap dia, dan tertawa kecil. Gue
senyum-senyum sendiri, memperhatikan dia. Beberapa temen gue malah pikirannya
ngeres, ngeliat dia.
“Uhh.. liat tuh dia..” kata temen gue
*PLAAKK!!* gue tabok kepalanya. Kampret
lo! Pikirannya!
Gue enggak pernah liat dia dari fisiknya.
Beneran. Gue masih inget, waktu dulu gue suka sama dia. Waktu itu gue baru
beberapa minggu masuk kelas delapan. Dia masih kelas tujuh. Badannya juga belum
ngebentuk apa-apa. Tapi, senyumnya yang bikin gue suka sama dia.
Saat menari pun, senyuman adalah hal yang
harus ada dalam suatu tarian yang energic. Kayak tarian yang lagi di bawain
sama dia sekarang. Dan dia tersenyum. Gue bisa sepuasnya menikmati senyuman
itu, jantung gue dag-dig-dug goyang oplosan. Tapi setiap dia menatap ke gue,
senyum itu hilang. Perasaan gue langsung down.
Kenapa senyum itu selalu hilang? Gue
selalu mengira, senyum ke orang lain itu asli. Tapi dia bisa mengontrol
senyuman itu ke gue, dengan hilang seketika. Kalau gue bisa bikin senyum itu
hilang, mungkin gue harus menjauh dan tidak mengungkapkan perasaan gue ke dia.
Acara-demi-acara berlalu. Sekarang acara
hiburan di mulai. Di acara hiburan ini biasanya band di tampilin. Dan band gue
Last Night Memory, tampil ke enam. Singkat cerita, band gue lagi tampil. Band
gue ini ber-genre pop, sementara yang lagi merajalela di kota gue itu band
ber-genre Reggae. Dan sering terjadi pengkotakan genre musik. Penonton pun cuma
sedikit yang maju.
Tapi enggak apa-apa, meskipun anak-anak
yang maju sedikit, yang penting mereka tau lagu kita. Dan impian gue sebagai
vokalis terwujud, meskipun belum banyak orang yang nyanyi bareng. Impian gue
sebagai vokalis adalah: Banyak penonton yang tau lagu dan nyanyi bareng.
Rasanya merinding denger suara mereka.
Nah, pas bagian band Reggae main, ada juga
band yang bawain lagu mereka sendiri. Tapi enggak ada yang tau, tapi mereka
banyak yang joget. Yang terpenting, mimpi gue bisa terwujud. Tapi mimpi gue
untuk mengungkapkan.. belum terwujud.
“Sebelum bunga ini jadi layu, dan
mengering. Sebelum aku keluar dari sekolah ini. Aku mau bilang sesuatu sama
kamu, aku sayang kamu.” Hati gue berkata dengan perlahan, sambil menatap dia.
Gue liat dia maju dan ikut joget-joget
sama anak yang lainnya. Perasaan gue jadi down. Enggak biasanya dia suka lagu
reggae, yang gue tau dia suka lagu pop. Apa karena gue yang bawain lagunya?
Entahlah.
Dari situ gue kubur dalam-dalam niatan gue
buat ungkapin perasaan ini. Dan gue harus segera bangun dari mimpi ini, gue
bukan orang yang dia harapkan. Gue bisa menghilangkan senyumnya, dan gue enggak
mau menghilangkan senyumnya itu. Sambil memandang bunga mawar yang mulai jadi
layu dan mengering ini.
Hati gue berkata;
“Biarkan bunga ini mengering dengan
sendirinya. Dengan berakhirnya perpisahan ini, semoga kamu bisa bahagia, dan
aku bisa membuang jauh perasaan ini. Iya, membuang jauh. Karena aku enggak mau
menghilangkan ingatan ini. Ingatan tentang kamu.
Karena enggak ada hari yang terbuang sia-sia saat memendam perasaan ini, saat
aku nunggu kamu. Setiap hari tau tentang kamu, hari-hari itu terasa berharga.
Dan semoga, luka ini bisa mengering seperti bunga ini... mengering dengan
sendirinya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar