Senin, 09 Juni 2014

Perpisahan sekolah.

Ini janji gue, kemarin. Gue akan ceritain kejadian pas perpishan sekolah.

 Hari jum’at gue pergi ke sekolah. Seperti hari kemarin, gue berangkat dari rumah nenek. Pas sampe di sekolah, ternyata hanya beberapa panitia yang baru datang. Seperti biasa, gue dan beberapa panitia datang ke pagian, yang lain ngaret. Kampret!

Gue dan panitia yang ada, di suruh sama guru olahraga sekaligus guru ekskul kesenian namanya Pak Budi. Bantu-bantu nurunin alat musik dari aula atas ke aula bawah, yang nantinya di bawa ke GOR Ewangga. Oiya, GOR Ewangga adalah tempat yang biasa di pake buat acara-acara perpisahan, kesenian, atau olahraga. Sudah menjadi tradisi, kalau SMP gue menyelenggarakan perpisahan di GOR Ewangga.

Kita nurunin barang-barang, di bantu dengan beberapa adek kelas cowok yang jadi pengisi acara. Kasian mereka, udah ngisi acara, harus ngangkatin barang-barang juga. Setelah mobil pengangkut barang datang, alat-alat musik itu di naikan ke bak mobil.

Barang-barang yang telah di persiapkan, di bawalah barang-barang itu ke GOR Ewangga, dan di tata rapi sedemikian rupa.

Sore sampe malam, para pengisi acara melakukan gladi bersih. Semacam simulasi terakhir sebelum acara di mulai besok. Dan panitia sibuk-sibuknya men-dekorasi GOR Ewangga. Bikin semacam pohon-pohonan, menata kursi, pasang spanduk, ya pokoknya gitu-gitu deh.

Ketika yang lain lagi pada sibuk, band gue Last Night Memory, latihan band di Bintang studio. Gue sama anak-anak, latihan sampe sekita jam setengah sembilan. Kampretnya, latihan itu bikin tenggorokan gue seret, dan enggak ada air biasa. Mau enggak mau gue harus minum air dingin. Bisa sakit nih! Gumam hati gue. Tapi gue hiraukan, dari pada gue dehidrasi. Dan kampretnya lagi, waktu itu gue pake celana pendek selutut, pas naik motor malem-malem. ANJRITT!! DINGIN NAUDZUBILLAH!!

Setelah latihan, gue balik lagi ke GOR. Masih ada banyak panitia yang masih nge-dekor, tapi anak-anak yang lagi gladi bersih udah pulang. Gue bantu sedikit-sedikit, karena gue udah capek latihan band, gue bener-bener bantuin sedikit, pake banget.

Malam itu, ada adik kelas yang pernah mengisi hati dan hari-hari gue pas kelas delapan. Bukan! Bukan mantan pacar gue, tapi mantan gebetan gue. Ceritanya panjang. Hmm.. namanya, Astuti (nama di samarkan). Oiya, di depan beberapa kursi juga ada guru, namanya Pak Andri.

Gue mendekati dia, dengan maksud buat becanda, dan mengingat masa lalu bersama. Gue bilang ke dia, “Boleh duduk di sini?” sambil nunjuk kursi yang ada helm di atasnya, gue enggak bermaksud duduk di atas helm-_-

“Boleh..” kata dia, gue pindahin helm itu ke bangku depan, Pak Andri ngegoda-goda gitu, sambil nyanyi-nyanyi lagu zaman dulu yang enggak gue tau judulnya apaan,

“Mmm.. kamu tau enggak, ini tanggal berapa?” tanya gue, membuka obrolan. Dia nge-check iPhone-nya,

“Tanggal enam..” jelas dia,

“Inget enggak, tanggal enam tahun lalu?” tanya gue

“Ohh, iya! Inget! Inget!” dia tersenyum, ketawa semangat banget, gue juga tersenyum dengan sendirinya, “Ehh.. bukannya Juli ya?” tanya dia,

“Hah? Bukannya Juni?” tanya gue,

“Ihh, gatau tah..” jelas dia, Out of topic.. gue alihkan perhatian ke helm, gue ambil helm sambil memeluknya,

“ini helm kamu?” tanya gue,

“Bukann..” jelas dia, ada kakaknya yang pernah gue anggep kakak juga, padahal seumuran sama gue, lewat.. “Itu helm bokap..”

“Ohh..” dehem gue pelan,

Tadinya gue mau ngegombal kayak gini:

“Ini helm kamu ya?” tanya gue,

“Iya..” kata dia,

“Ini meluk helm kamu aja anget.. apalagi orangnya?” gombal gue,

Tapi rencana itu gagal, karena ini bukan helm dia. Berarti kalau gue lanjut gombalan itu, gue meluk bokapnya. Huft..

Malam itu panitia mendekor, gue banyak bercanda sama Astuti dan kakaknya. Kadang Pak Andri juga ikut bercanda. Gue di minta sama kakaknya Astuti, buat nunjukin senam keceriaan ke Astuti. Kenapa di sebut senam keceriaan? Karena gerakan itu bisa membuat orang yang ngeliat tertawa.

Gerakan senam keceriaan itu perlu kelenturan bagian pundak, dan lari-lari kecil kayak banci. Jadi, kelenturan pundak itu yang bikin tangan kita klepek-klepek, kayak anak 4L4y yang lagi sedih dan galau. Lo pernah liat kalau Olga main di OVJ dulu? "Abang jahat.." sambil lari-lari gitu? nah, hampir mirip kayak gitu.

Gue menolak permintaan itu, gue bilang ke kakaknya; “ENGGAK! NANTI HARGA DIRI AKU BISA TURUN GOCHENG!!” suara gue sedikit cempreng, mendengar kalimat itu, Astuti ketawa.. gue seneng bisa liat dia ketawa kayak gitu, meskipun disisi lain dia bukan milik gue.

Jadi gini, dulu.. gue tuh suka sama Astuti, tapi Astuti suka ke orang lain. Ya.. pilihan gue, Gue enggak bisa maksain kalau Astuti bisa jadi sama gue, jadi gue cuma ungkapin perasaan gue ke dia. Dan dia bilang, “Aku hargain kakak suka sama aku..” dan sampe sekarang, kita temenan. Ya, kurang lebih kayak gitu. Makanya gue masih bisa bercanda sama dia, sampe saat ini. Kita masih bisa berkomunikasi.

Dan gue harap, pas perpisahan besok.. gue bisa ungkapin perasaan gue sama orang yang dari dulu gue suka. Dan tentang tanggal enam, ternyata bener yang di bilang Astuti. Ternyat bulan Juli, gue jadi malu sendiri, padahal enggak ada dia. Hmm.. tanggal enam waktu itu adalah hari di mana gue gagal buat ngungkapin perasaan gue. Dan dia (Astuti) tau.
***
Hari jum’at berganti jadi hari sabtu. Perpisahan itu pun datang, gue harus bisa ungkapin hari ini. Pagi-pagi gue udah siap dengan kemeja merah jambu, ber jas hitam dan berdasi hitam. Sepatu gue udah di semir. Gue udah pake parfum, enggak seperti biasanya ke sekolah. Gue enggak suka pake parfum. Semoga dia suka wanginya.. semoga. Gue juga bawa parfum itu ke sana.

Gue nyampe di sana dengan tampang yang di keren-kerenin, sebenernya enggak. Banyak yang belum datang, padahal udah hampir jam delapan. Cuma ada dua orang anak kelas sembilan waktu gue datang, Bayu sama Kholid. Mereka datang lebih pagi dari pada gue. Karena mereka punya tugas, Bayu jadi pelepasan atribut, Kholid jadi pengantin gitu. Padahal masih SMP, udah mau nikah aja. Oiya, gue lupa.. itu cuma tugas.

Sebelum acara di mulai, ada temen gue namanya Upam bawa bunga mawar. Hmm.. gue kepikiran buat ngasih itu juga, sambil ungkapin perasaan gue. Tapi, waktu tinggal sebentar lagi. Temen gue juga, namanya Vega, niat ngasih bunga ke mantan pacarnya yang sekarang jadi adek-adekannya. Vega berinisiatif buat minta tolong anak OSIS buat beli bunga mawar merah kayak gitu juga. Padahal itu di luar tugas OSIS. Tapi, gue juga ikut nitip. Ya.. mumpung ada yang bisa di titipin.

Beberapa puluh menit kemudian, saat acara akan di mulai, anak OSIS itu pun datang. Membawa dua pucuk bunga mawar merah yang udah mulai enggak wangi. Gue berinisiatif buat pake parfum gue yang gue bawa. Ehh, Vega malah ikut-ikutan.

Satu per satu anak-anak datang, GOR Ewangga udah penuh, acara di mulai. Di mulai dari penyambutan kelas sembilan, dengan beberapa musik dan tarian. Di salah satu tarian, dia datang.. dan hampir kepeleset. “Aaaaa!!” teriak dia, gue menatap dia, dan tertawa kecil. Gue senyum-senyum sendiri, memperhatikan dia. Beberapa temen gue malah pikirannya ngeres, ngeliat dia.

“Uhh.. liat tuh dia..” kata temen gue

*PLAAKK!!* gue tabok kepalanya. Kampret lo! Pikirannya!

Gue enggak pernah liat dia dari fisiknya. Beneran. Gue masih inget, waktu dulu gue suka sama dia. Waktu itu gue baru beberapa minggu masuk kelas delapan. Dia masih kelas tujuh. Badannya juga belum ngebentuk apa-apa. Tapi, senyumnya yang bikin gue suka sama dia.

Saat menari pun, senyuman adalah hal yang harus ada dalam suatu tarian yang energic. Kayak tarian yang lagi di bawain sama dia sekarang. Dan dia tersenyum. Gue bisa sepuasnya menikmati senyuman itu, jantung gue dag-dig-dug goyang oplosan. Tapi setiap dia menatap ke gue, senyum itu hilang. Perasaan gue langsung down.

Kenapa senyum itu selalu hilang? Gue selalu mengira, senyum ke orang lain itu asli. Tapi dia bisa mengontrol senyuman itu ke gue, dengan hilang seketika. Kalau gue bisa bikin senyum itu hilang, mungkin gue harus menjauh dan tidak mengungkapkan perasaan gue ke dia.

Acara-demi-acara berlalu. Sekarang acara hiburan di mulai. Di acara hiburan ini biasanya band di tampilin. Dan band gue Last Night Memory, tampil ke enam. Singkat cerita, band gue lagi tampil. Band gue ini ber-genre pop, sementara yang lagi merajalela di kota gue itu band ber-genre Reggae. Dan sering terjadi pengkotakan genre musik. Penonton pun cuma sedikit yang maju.

Tapi enggak apa-apa, meskipun anak-anak yang maju sedikit, yang penting mereka tau lagu kita. Dan impian gue sebagai vokalis terwujud, meskipun belum banyak orang yang nyanyi bareng. Impian gue sebagai vokalis adalah: Banyak penonton yang tau lagu dan nyanyi bareng. Rasanya merinding denger suara mereka.

Nah, pas bagian band Reggae main, ada juga band yang bawain lagu mereka sendiri. Tapi enggak ada yang tau, tapi mereka banyak yang joget. Yang terpenting, mimpi gue bisa terwujud. Tapi mimpi gue untuk mengungkapkan.. belum terwujud.

“Sebelum bunga ini jadi layu, dan mengering. Sebelum aku keluar dari sekolah ini. Aku mau bilang sesuatu sama kamu, aku sayang kamu.” Hati gue berkata dengan perlahan, sambil menatap dia.

Gue liat dia maju dan ikut joget-joget sama anak yang lainnya. Perasaan gue jadi down. Enggak biasanya dia suka lagu reggae, yang gue tau dia suka lagu pop. Apa karena gue yang bawain lagunya? Entahlah.

Dari situ gue kubur dalam-dalam niatan gue buat ungkapin perasaan ini. Dan gue harus segera bangun dari mimpi ini, gue bukan orang yang dia harapkan. Gue bisa menghilangkan senyumnya, dan gue enggak mau menghilangkan senyumnya itu. Sambil memandang bunga mawar yang mulai jadi layu dan mengering ini.

Hati gue berkata;

“Biarkan bunga ini mengering dengan sendirinya. Dengan berakhirnya perpisahan ini, semoga kamu bisa bahagia, dan aku bisa membuang jauh perasaan ini. Iya, membuang jauh. Karena aku enggak mau menghilangkan ingatan iniIngatan tentang kamu. Karena enggak ada hari yang terbuang sia-sia saat memendam perasaan ini, saat aku nunggu kamu. Setiap hari tau tentang kamu, hari-hari itu terasa berharga. Dan semoga, luka ini bisa mengering seperti bunga ini... mengering dengan sendirinya.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar